Selasa, 23 Juni 2015

Sistem Informasi Perencanaan

Presentasi Kelompok


PARCIPATORY MAPPING

  Pada saat ini perkembangan teknologi pemetaan sangatlah luar biasa.  Dengan diluncurkannya satelit Iconos 2 oleh Amerika maka ketelitian penginderaan jarak jauh yang memanfaatkan satelit menjadi sangat luar biasa, yakni bisa mencapai 1 m2.  Karena itu tidaklah mengherankan bila Amerika Serikat, dengan menggunakan bantuan satelit pengindera jarak jauh, bisa dengan tepat melakukan pemboman rudal jarak jauh pada rumah anak Sadam Husein di Irak, yang sekaligus menewaskan kedua anaknya.  Metode-metode perang gerilya hutan yang pada masa lalu selalu penuh kepahlawanan sekarang ini tidak ada artinya lagi, karena teknologi satelit bisa dengan mudah mendeteksi posisi-posisi strategis.  Lembaga-lembaga yang membuat peta atau informasi spasial lainnya tidak lagi didominasi pemerintahan suatu Negara.  Peta dan informasi spasial lainnya telah menjadi obyek komersil yang luar biasa.
Sejarah menunjukkan bahwa pemetaan dan pengumpulan informasi spasial lainnya bukanlah kegiatan yang bebas nilai.  Kegunaan dan kontrol peta digunakan oleh yang membuatnya, yang kadang-kadang bisa merugikan pihak lain.  Sejarah peta, bahkan sampai sekarang, menunjukkan bahwa siapa yang menguasai metodologi serta pemanfaatan dan kontrol peta (ruang) maka dialah yang paling diuntungkan dalam memanfaatkan ruang di dunia ini.  Sayangnya, peta dan metodologi pemetaan biasanya didominasi oleh Negara yang biasanya sangat berpihak kepada pemodal-pemodal besar.  Atas nama kemajuan ekonomi dan kesejahteraan, peta dan informasi spasial lainnya menjadi bagian dari proses eksploitasi kekayaan alam oleh para pemodal besar di bawah restu pemerintah.
Kekayaan nusantara bukan hanya kekayaan geo-fisiknya saja.  Kekayaan nusantara juga meliputi berbagai tata cara memanfaatkan tanah dan vegetasi alam yang berkembang turun-temurun di seluruh nusantara.  Orang-orang Kalimantan dan Sumatera secara cerdik telah mengalihkan pola budidaya tanaman karet yang awalnya untuk perkebunan besar menjadi budidaya tanaman karet ala masyarakat yang telah dilakukan turun-temurun..  Rotan digolongkan sebagai hasil hutan, tetapi pada kenyataannya sebagian besar rotan yang dihasilkan adalah hasil budidaya masyarakat.  Tanaman tembakau yang pada waktu lalu menjadi salah satu andalan tanaman perkebunan besar, sekarang secara masal telah menjadi tanaman rakyat.  Sudah sejak lama berbagai perkebunan kelapa besar telah kalah bersaing dengan fleksibilitas usaha kelapa rakyat.  Damar mata kucing – salah satu keluarga kayu meranti yang cukup sulit untuk dibudidayakan – telah turun-temurun “ditakhlukkan” oleh orang-orang Krui (Lampung) dan menjadi tanaman budidaya yang menghasilkan banyak uang.  Kayu jati telah lama dibudidayakan oleh orang Jawa jauh sebelum Belanda masuk nusantara.  Albasia adalah contoh tanaman kayu dengan pertumbuhan cepat yang secara umum telah dijadikan tanaman budidaya oleh petani di Jawa.  Ribuan varietas padi asli, baik untuk padi sawah maupun padi ladang, telah dibudidayakan berabad-abad oleh rakyat nusantara.  Orang Baliem di lereng Jayawijaya sangat tersohor kemampuannya membudidayakan ubi jalar asli Papua.  Masih banyak lagi contoh-contoh lain kearifan rakyat nusantara dalam menakhlukkan tanah, iklim dan vegetasi yang kaya menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya upaya-upaya pemerintah dalam mengidentifikasi dan mengembangkan pola yang penuh kearifan seperti ini sangatlah kurang.  Padahal pola-pola kerarifan tradisional tadi, baik filosofi dan teknologinya, telah terbukti mampu bertahan terhadap perubahan jaman; berarti sangat cocok untuk dikembangkan lebih lanjut. 
Pemerintah telah terlalu lama silau dengan pola-pola dan metodologi yang berkembang di Negara-negara maju (Negara-negara Barat), tanpa pijakan yang mantap terhadap budaya sendiri.  Pemerintah dan perguruan tinggi terlalu berlebihan mengadopsi  metodologi Barat disertai kurang memadainya pemahaman terhadap metodologi dan tata cara yang telah berkembang baik di masyarakatnya sendiri.  Proses adopsi metodologi barat ini tidak hanya terbatas kepada teknologi fisik yang berkembang, tetapi juga meliputi metodologi social, praktek-praktek kenegaraan, praktek-praktek administrasi Negara, bahkan pola-pola hedonism yang berlaku di Barat. Sementara itu tata cara, prinsip-prinsip dasar, dan teknologi yang telah dengan baik berkembang di nusantara secara sengaja telah dikesampingkan. 
Berlangsungnya dominasi Barat yang seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.  Masyarakat sendirilah yang harus memulai dekolonisasi terhadap seluruh aspek kehidupan.  Masyarakat nusantara, khususnya petani, adalah pelaku utama praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang penuh kearifan.  Kalau pola-pola yang arif ini masih mau berkembang terus maka masyarakat sendirilah yang harus menginventarisasi, menyelidiki dan mengembangkan pola-pola ini lebih lanjut.  Selain tanah, maka pola-pola yang penuh kearifan inilah yang menjadi modal utama petani, menyongsong kesejahteraan di masa mendatang.  Sudah bukan waktunya lagi menggantungkan nasib dan kesejahteraan petani kepada tenaga dan kebijakan pemerintah.
Masyarakat adalah jumlah paling besar dari keseluruhan penduduk.  Masyarakat adat dan masyarakat perdesaan adalah institusi pemanfaat ruang secara langsung yang paling luas, meskipun selama ini mereka yang paling termarjinalkan dalam merasakan manfaat ruang.  Masyarakat memiliki peta mental (mental map) yang secara lisan selama ini berkembang dan dimanfaatkan sebagai consensus dalam tata cara kehidupan di antara sesamanya.  Akan tetapi peta mental saja ternyata tidak memadai.  Banyak pengetahuan yang hilang karena transfer yang tidak sempurna kepada generasi berikutnya. Pengetahuan-pengetahuan dan klaim-klaim yang hanya berupa pengetahuan lisan atau peta mental ternyata secara formal tidak diakui.  Fakta-fakta kebijakan yang ada juga menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap pengetahuan-pengetahuan lokal dan peta mental.  Masyarkat perlu mencoba mengambarkan petanya sendiri dan kemudian memanfaatkan sepenuh-penuhnya peta tersebut
Ide-ide tentang bagaimana masyarakat membuat petanya sendiri inilah yang kemudian dikenal sebagai ‘pemetaan partisipatif’ atau ‘pemetaan berbasis masyarakat’.  Sampai saat ini tidak ada definisi yang baku tentang istilah pemetaan partisipatif atau pemetaan berbasis masyarakat.  Komunitas yang menyelenggarakan kegiatan pemetaan partisipatif akan menggambarkan peta tempat di mana mereka hidup.  Orang-orang yang hidup dan bekerja di tempat tersebutlah yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayahnya.  Hanya mereka yang mampu membuat peta secara detail dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pandangan hidup, atau harapan masa depan.
Meskipun di berbagai Negara sudah cukup lama berkembang, baru pada awal 1990-an metode pemetaan partisipatif mulai berkembang di Indonesia.  Lembaga-lembaga yang bekerja di kawasan konservasilah yang memulai penggunaan metode ini.  Penggunaan pemetaan partisipatif kemudian semakin meluas, baik pada lembaga-lembaga yang menggunakannya maupun isu-isu yang menjadi dasar penggunaan pemetaan partisipatif.  Berbagai permintaan masyarakat untuk menyelenggarakan pemetaan partisipatif juga semakin meluas dan menjadi pekerjaan rumah yang tidak putus-putus hingga masa mendatang.  Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) adalah sebuah organisasi jaringan yang memfokuskan diri pada pengembangan pemetaan partisipatif dan berdiri pada tahun 1996.  Berdasarkan data JKPP, meskipun semua anggotanya belum menghimpun penuh datanya, luas wilayah yang telah menyelenggarakan pemetaan partisipatif adalah 1,004,251.12 hektar.  Apabila semua data dari anggota JKPP terkumpul maka, maka perkiraan luas pemetaan partisipatif di Indonesia adalah mendekati 2 juta hektar.  Saat ini JKPP memiliki anggota yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
PPSDAK-Pancur Kasih adalah sebuah LSM di Kalimantan Barat yang mengkhususkan diri melayani masyarakat dalam pembuatan peta partisipatif.  Lembaga ini melayani kebutuhan teknis pemetaan partisipatif, tetapi penyelenggara dan yang menentukan tujuan akhir kegiatan pemetaan partisipatif itu tetap di tangan masyarakat. Pada tahun 1999, PPSDAK telah mendukung kegiatan pemetaan partisipatif lebih dari 100 kampung dan meliputi luas kawasan adat sebesar 221,538.34 hektar.  Hingga akhir 2002 aktivis PPSDAK-Pancur Kasih telah memfasilitasi 234 kawasan dengan total luas 900,260 hektar kawasan adapt di 7 kabupaten dan 28 kecamatan di Kalimantan Barat. Apabila dibandingkan dengan luas Kalimantan Barat – 14,680.700 hektar – maka wilayah yang telah menyelenggarakan pemetaan partisipatif adalah 6,13% dari seluruh Kalimantan Barat.  Luasan ini belum termasuk beberapa kegiatan pemetaan partisipatif yang didukung oleh berbagai LSM yang lain di Kalbar.
Percepatan pemetaan partisipatif yang berlangsung di Kalimantan Barat sangatlah luar biasa.  Hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, beberapa lembaga kecil, yang jumlahnya hanya belasan orang, dengan peralatan sederhana serta biaya yang relative murah, bisa memfasilitasi pemetaan partisipatif di wilayah adat yang sangat luas; tentunya dalam penyelenggaraan pemetaan partisipatif ini telah mengorganisir dan melibatkan ribuan keluarga.  Mutu partisipasi fisik dari masyarakat yang menyelenggarakan pemetaan partisipatif pada umumnya sangat baik. Masyarakat tidak ragu-ragu mencurahkan tenaga, waktu, dan biaya yang besar dalam menyelenggarakan pemetaan partisipatif di kampungnya masing-masing.
Perluasan ide-ide pemetaan partisipatif sedang berlangsung di Pulau Jawa.  Masyarakat adat Kasepuhan dan beberapa Desa di sekitar kawasan Halimun Jawa Barat telah menyelenggarakan pemetaan partisipatif untuk kepentingan wilayahnya masing-masing.  2 komunitas adat di Jawa Barat bagian timur telah menyelenggarakan pemetaan partisipatif.  Sebuah serikat tani di Jawa Timur, sebuah serikat tani di Jawa Tengah, dan 2 buah serikat tani di Jawa Barat mulai menggunakan metode pemetaan partisipatif sebagai salah satu bagian dalam mencapai tujuan.  Pada masa mendatang kegiatan pemetaan partisipatif akan terus meluas di Pulau Jawa.
Ide-ide perluasan pemetaan partisipatif juga berlangsung seluruh kepulauan di Indonesia; Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera.  Pemetaan partisipatif diharapkan bisa menjadi pembuka jalan upaya-upaya masyarakat dalam menginvetarisir, mengumpulkan, menyelidiki dan mengembangkan kekayaan ruang yang dimiliki oleh masyarakat nusantara, khususnya petani, nelayan, dan masyarakat adat.

TUJUAN PEMETAAN PARTISIPASI

  1. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca
  2.  Untuk meningkatkan kesadaran; sebagian atau seluruh anggota masyarakat akan tumbuh kesadarannya tentang hak-hak mereka atas tanah dan sumberdaya alam
  3. Untuk mempermudah pihak luar memahami pengurusan wilayah itu, dan sekaligus mempermudah pengakuan dari pihak luar
  4. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, baik dalam bentuk tenaga, waktu, uang maupun material lainnya
  5. Untuk mengetahui manfaat proses pemetaan partisipatif.

1.            Pengukuran Unsur-Unsur Lahan Di Lapangan
Pengukuran unsur-unsur lahan dilakukan dengan cara mengelilingi lahan dengan menyusuri batas lahan, di mana pada setiap posisi tertentu yaitu tergantung pada kondisi dan bentuk lahan serta terdapat unsur-unsur yang perlu dipetakan, maka posisi tersebut akan ditetapkan sebagai titik untuk melakukan pengukuran, yang selanjutnya dari titiktitik tersebut dilakukan pengamatan dan pencatatan setiap unsur yang berada di sekitarnya.

 
 Adapun posisi-posisi yang perlu ditentukan adalah sebagai berikut:
1.            Pada posisi terdapat perubahan arah atau kelokan batas lahan
2.            Pada posisi terdapat perubahan kecuraman lereng
3.            Pada posisi yang didekatnya terdapat obyek-obyek penting, misalnya pohon, sungai, pondok/ saung, batu besar dll.
Pengukuran lahan diikatkan pada suatu posisi yang disebut sebagai ”Titik Ikat”. Titik ikat berguna sebagai petunjuk keberadaan lahan tersebut terhadap lingkungannya sehingga setelah lahan tersebut dipetakan, mudah untuk ditemukan kembali. Untuk itu, posisi yang ditetapkan sebagai titik ikat harus memilih suatu unsur yang berada di dekat dengan lahan dan harus bersifat permanen. Bilamana mungkin unsur yang ditetapkan sebagai titik ikat merupakan suatu tanda/ patok pedoman pengukuran lahan resmi, misalnya patok BPN, patok Bakosurtanal atau patok Jantop. Namun demikian, apabila unsur ini tidak terdapat di lapangan, unsur-unsur lain yang penting misalnya persimpangan jalan, pertemuan 2 sungai, tiang listrik, tiang pancang dan lainnya dapat juga dipergunakan sebagai titik ikat lahan.

2.            Pelaksanaan Pengukuran Lahan
Ketua kelompok memimpin anggotanya bermusyawarah menentukan suatu posisi sebagai titik ikat lahan, selanjutnya Ketua kelompok dibantu oleh Target-man memasang patok panjang pada posisi ini. Setelah patok terpasang, Pencatat melakukan pencatatan informasi tentang titik ini, karena titik ini tidak menjadi bagian dari lahan, maka titik ini diberikan kode titik P0. Contoh informasi titik P0 yang harus dicatat pada kolom keterangan adalah sebagai berikut: simpang tiga jalan Cibeureum-Cikoneng dengan dengan jalan desa Sukajaya.
Ketua kelompok selanjutnya menentukan posisi titik awal pengukuran yang diberi kode titik P1 dan memasang patok panjang pada posisi ini. Untuk memudahkan pengukuran biasanya titik P1 dipilih di posisi sudut lahan, selanjutnya pengukuran dilakukan sebagai berikut;
1.            Target-men berjalan dari titik P0 dengan menarik ujung pita ukur yang pangkalnya dipegang oleh Pembaca Alat menuju ke titik P1.
2.            Pembaca Alat yang memegang rol pita ukur mengencangkan tarikan pita ukur, selanjutnya membaca jarak yang dihasilkan pita ukur dan Pencatat menuliskan nilai yang dibacakan oleh Pembaca Alat ke dalam tabel.
3.            Pembaca Alat kemudian membidikkan Kompas ke arah P1 untuk mendapatkan nilai arah mata angin dan menyebutkannya untuk dicantumkan pada tabel oleh petugas Pencatat.
4.            Pembaca Alat melanjutkan pekerjaannya dengan membidikkan Klinometer ke arah P1 nilai arah lereng, yang selanjutnya nilai tersebut dituliskan pada tabel oleh petugas Pencatat.
5.            Selesai pencatatan, patok P0 dapat dilepas kemudian Ketua kelompok, Pembaca Alat dan Pencatat berjalan menuju ke posisi P1

Di posisi P1 Ketua kelompok mengamati keadaan sekitar, dan memusyawarahkan dengan anggota untuk mempertimbangkan apakah ada unsur-unsur penting yang perlu ditampilkan dalam peta, apabila ada, maka unsur ini akan diukur dan dicatat dari titik P1. Sebagai contoh; misalnya ditemukan adanya unsur pohon yang terdapat pada lahan dan perlu ditampilkan dalam peta, karena unsur pohon ini akan diukur dari titik P1 maka Ketua kelompok dapat menetapkan kode titik untuk pohon ini sebagai: P1-1, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran dan pencatatan unsur pohon tersebut :
1.            Target-men berjalan dari titik P1 ke titik P1-1 (pohon) dengan menarik ujung pita ukur dan berdiri tegak di posisi ini.
2.     Pembaca Alat yang memegang rol pita ukur mengencangkan tarikan pita ukur, selanjutnya membaca jarak yang dihasilkan pita ukur dan Pencatat menuliskan nilai yang dibacakan oleh Pembaca Alat ke dalam tabel.
3.            Pembaca Alat secara berurutan kemudian membidikkan Kompas dan Klinometer ke arah Target-men untuk mendapatkan nilai arah dan lereng, yang selanjutnya nilai-nilai tersebut dituliskan pada tabel oleh Pencatat.
4.            Selain menuliskan nilai-nilai yang disebutkan oleh Pembaca Alat, Pencatat harus pula menuliskan informasi tentang pohon yang diukur, misalnya; pohon JATI, lingkar batang 55 cm, tinggi kira-kira 20 meter
Apabila terdapat unsur lain yang dipertimbangkan perlu digambarkan dalam peta, maka langkah-langkah di atas dapat diaplikasikan pada unsur berikutnya. Setelah selesai mengukur dan mencatat unsur-unsur yang perlu dari titik P1 maka pengukuran lahan dapat dilanjutkan dengan menentukan posisi titik P2 yang berada pada batas lahan.
Ketua kelompok menentukan posisi berikutnnya untuk memasang patok berdasarkan metoda pengukuran yang disebutkan di atas, dan memberikan kode titik P2 pada posisi ini, selanjutnya pengukuran dilakukan :
1.            Target-men berjalan dari titik P1 ke P2 dengan menarik ujung pita ukur dan berdiri tegak menghadap ke arah P1 di belakang patok P2.
2.      Pembaca Alat yang memegang rol pita ukur mengencangkan tarikan pita ukur, dilanjutkan dengan membaca jarak yang dihasilkan pita ukur dan Pencatat menuliskan nilai yang disebutkan oleh Pembaca Alat ke dalam tabel.
3.            Pembaca Alat secara berurutan kemudian membidikkan Kompas dan Klinometer ke arah Target-men untuk mendapatkan nilai arah dan lereng, yang selanjutnya nilai-nilai tersebut dituliskan pada tabel oleh Pencatat.
4.            Selesai pencatatan, kemudian Ketua kelompok, Pembaca Alat dan Pencatat berjalan menuju ke posisi P2. Catatan: patok P1 tidak dilepas, karena akan dipergunakan sebagai tujuan akhir pengukuran yang mengelilingi lahan. Sebagaimana ketika berada di titik P1, Di titik P2 Ketua kelompok mengamati keadaan sekitar, dan memusyawarahkan dengan anggota untuk mempertimbangkan apakah ada unsur-unsur penting yang perlu ditampilkan dalam peta, apabila ada, maka unsur ini akan diukur dan dicatat dari titik P2, dengan pemberian kode titik berdasarkan P2, misalnya P2-1, P2-2, P2-3 dan seterusnya. Namun apabila diputuskan tidak ada unsur di sekitar P2 yang perlu diukur dan dicatat, maka pengukuran lahan dapat dilanjutkan ke posisi titik P3.
Ketua kelompok menentukan posisi titik baru dan memberikan kode titik P3 pada posisi ini, selanjutnya pengukuran dilakukan :
1.            Target-men berjalan dari titik P2 ke P3 dengan menarik ujung pita ukur dan berdiri tegak menghadap ke arah P2 di belakang patok P3.
2.            Pembaca Alat yang memegang rol pita ukur mengencangkan tarikan pita ukur, dilanjutkan dengan membaca jarak yang dihasilkan pita ukur dan Pencatat menuliskan nilai yang disebutkan oleh Pembaca Alat ke dalam tabel.
3.            Pembaca Alat secara berurutan kemudian membidikkan Kompas dan Klinometer ke arah Target-men untuk mendapatkan nilai arah dan lereng, yang selanjutnya nilai-nilai tersebut dituliskan pada tabel oleh Pencatat.
4.            Selesai pencatatan, kemudian Ketua kelompok mencabut patok panjang P2 dan menggantikannya dengan patok pendek. Selanjutnya bersama dengan petugas Pembaca Alat dan Pencatat berjalan menuju ke posisi P3.
Sebagaimana ketika berada di titik P2, Di titik P3 Ketua kelompok mengamati keadaan sekitar, dan memusyawarahkan dengan anggota untuk mempertimbangkan  apakah ada unsur-unsur penting yang perlu ditampilkan dalam peta, apabila ada, maka unsur ini akan diukur dan dicatat dengan cara seperti ketika mengukur unsur-unsur di sekitar titik sebelumnya.
Demikian selanjutnya langkah-langkah pengukuran dilakukan, dan karena metoda pengukuran dilakukan dengan mengelilingi lahan, maka pengukuran akan berakhir ke titik P1.
Contoh hasil pengukuran dapat dilihat pada halaman berikut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan:
1.            Untuk meminimalkan kesalahan pembacaan lereng, maka patok panjang harus dipasang sama tinggi satu sama lainnya.
2.            Untuk meminimalkan kesalahan pembacaan arah, maka kompas sebaiknya diletakkan di atas patok dan menjauhkan benda-benda yang memiliki medan magnit, misalnya benda yang terbuat dari logam
3.            Untuk menghindari kesalahan pembacaan alat ukur, maka Ketua kelompok harus selalu memperhatikan nilai-nilai yang disebutkan oleh petugas Pembaca Alat dan dan nilai-nilai yang ditulis oleh petugas Pencatat, sementara itu apabila di rasa ada kesalahan baca dan tulis, semua anggota kelompok dapat membantu mengkoreksi.

3.            Metoda Pemetaan
Memindahkan nilai-nilai hasil pengukuran unsur-unsur beserta informasinya yang dicatat pada tabel pengukuran ke atas kertas, sehingga menghasilkan peta lahan berdasarkan kaidah-kaidah teknis peta.

Dengan memanfaatkan formula-formula ilmu ukur segitiga (trigonometri), maka dari hasil pengukuran lapangan, baik jarak lapang maupun sudut lereng, maka jarak datar dan beda tinggi dapat dihitung.

2.            Langkah Menggambar Peta
1.            Posisikan diri seolah menghadap ke arah UTARA.
2.            Dengan menggunakan pensil gambarkan titik ikat P0 pada kertas berdasarkan catatan yang terdapat tabel pengukuran. Agar lahan yang dipetakan dapat tergambar di tengah ruang peta, maka penempatan titik ikat P0 pada kertas dapat mengikuti beberapa pedoman dengan memperhatikan arah P1 ke P2 yang tercatat pada tabel dan arah keliling pengukuran, yaitu sebagai berikut:
1.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Utara (sekitar 0° atau 360°) dan keliling pengukuran searah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Bawah-Kiri ruang peta (Barat Daya).
2.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Utara (sekitar 0° atau 360°) dan keliling pengukuran berlawanan arah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Bawah-Kanan ruang peta (Tenggara).
3.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Timur (sekitar 45°) dan keliling mpengukuran searah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Atas-Kiri ruang peta (Barat Laut).
4.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Timur (sekitar 45°) dan keliling pengukuran berlawanan arah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Bawah-Kiri ruang peta (Barat Daya).
5.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Selatan (sekitar 180°) dan keliling pengukuran searah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Atas- Kanan ruang peta (Timur Laut).
6.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Selatan (sekitar 180°) dan keliling pengukuran berlawanan arah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Atas-Kiri ruang peta (Barat Laut).
7.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Barat (sekitar 270°) dan keliling pengukuran searah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Bawah- Kanan ruang peta (Tenggara).
8.            Bila arah P1 ke P2 cenderung menghadap ke Barat (sekitar 270°) dan keliling pengukuran berlawanan arah dengan jarum jam, maka titik P0 akan berada di bagian Atas-Kanan ruang peta (Timur Laut)
9.            Tarik garis vertikal sejajar Grid melewati titik P0, kemudian dari titik P0 gunakan busur derajat untuk mendapatkan arah titik P1 sesuai dengan catatan pada tabel pengukuran. Perlu diingat saat menggunakan busur derajat, karenan posisi 0° pada busur derajat harus selalu berada di bagian atas (titik 0° mewakili arah utara) maka posisi 0° dan 180° harus diatas garis vertikal yang baru dibuat.
10.          Tarik garis dari titik P0 ke arah yang ditunjukan oleh busur derajat sepanjang nilai yang dicatat pada tabel pengukuran di lapangan pada kolom Jarak Datar dengan memperhitungkan skala yang ditentukan pada penggambaran peta untuk mendapatkan letak titik P1. Sebagai contoh:
1.            Peta digambar pada skala 1 : 500
2.        Jarak P0 ke P1 sepanjang 10.2 meter Maka garis yang akan digambar pada peta adalah; 1.            x 100 : 500 = 2.04 cm
11.          Tuliskan ANOTASI titik P1 dilengkapi dengan nilai beda tinggi yang didapat dari tabel pengukuran pada kolom Beda Tinggi, sebagai berikut: P1 ; BT= 0
                Artinya: titik tersebut adalah posisi titik P1 yang mempunyai perbedaan tinggi dari titik       sebelumnya 0 meter.
12.    Demikian selanjutnya, ulangi langkah ke 3 s/d 5 di atas secara berurutan untuk menggambarkan letak titik-titik yang didapat dari hasil pengukuran di lapangan, sampai kembali pada titik P1, maka di atas kertas akan tergambarkan bentuk lahan yang diukur di lapangan, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah.
13.          Penggambaran peta lahan dilanjutkan dengan melengkapi dengan menggambarkan unsurunsur yang ada dengan menggunakan simbol-simbol yang mudah dimengerti. Ketika gambar telah sesuai dengan kondisi lapangan, maka garis-garis gambar peta dapat di tegaskan dengan menggunakan spidol, dan di warnai sesuai dengan warna-warna yang cocok dengan unsur yang digambarkan.
      14.            Selanjutnya peta dilengkapi dengan ANOTASI dan LEGENDA


         SUMBER : Presentasi Kelas Rizka, Handi, Ajie
         Achmaliadi, Restu.  2003.  Pemetaan Partisipatif Sebagai Pedidikan Pembebasan ? dalam Pendidikan Populer: Dekolonisasi Metodologi, Jurnal Wacana Edisi 15 Tahun IV.  Insist Press.  Yogyakarta

       Benny.  2003.  Pemberdayaan Masyarakat dalam Melaksanakan Tugas Pertanahan.  Proceeding Semiloka ‘Peluang dan Tantangan Pemetaan Partisipatif Menuju Tegaknya Kedaulatan Rakyat atas Ruang.  Hotel Cikopo-Cipayung.  31 Maret – 1 April 2003.  JKPP.  Bogor

        Flavelle, Alix.  2001.  Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat.  Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).  Bogor.

             kahar, Joenil.  2005.  Mewujudkan Paradigma baru Surtanas.

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar